Negeri ini saat ini menghadapi tantangan besar dalam menjaga ketahanan energi Indonesia. Dengan pelantikan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) yang baru, sektor energi, terutama minyak dan gas bumi (migas), menjadi fokus utama yang perlu segera ditangani. Penurunan produksi migas dan meningkatnya ketergantungan pada impor bahan bakar telah menimbulkan kekhawatiran terkait ketahanan energi Indonesia.
Produksi migas dalam negeri terus mengalami penurunan. Pada 2023, lifting minyak hanya mencapai 605,4 ribu barel per hari (bopd), jauh menurun dari 779 ribu bopd pada 2015.
Demikian pula dengan lifting gas yang juga menurun, dari 1,202 juta barel setara minyak per hari (boepd) pada 2015, menjadi 960 ribu boepd di 2023. Penurunan ini disebabkan oleh minimnya investasi pada eksplorasi dan pengembangan lapangan baru.
Selain penurunan produksi, Indonesia juga semakin bergantung pada impor, terutama minyak dan LPG. Saat ini, produksi minyak domestik mencapai 221 juta barel per tahun, namun impor minyak mencapai 297 juta barel per tahun.
Sektor LPG juga mengalami ketergantungan tinggi, di mana konsumsi nasional mencapai 7 juta ton per tahun, sementara produksi hanya 1,8 juta ton. Hal ini memperparah kondisi ketahanan energi Indonesia.
Menteri ESDM yang baru perlu mendorong hilirisasi migas untuk mengurangi ketergantungan ini. Langkah ini tidak hanya memperkuat ketahanan energi Indonesia, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Selain itu, transisi ke energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, harus menjadi prioritas. Investasi di sektor energi bersih perlu didorong untuk mempercepat transisi energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Dengan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat membangun ketahanan energi yang tangguh dan berkelanjutan. Demikian informasi seputar ketahanan energi Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Androidbo.Com.