Transisi energi atau peralihan dari pemakaian energi fosil ke energi terbarukan seringkali dianggap sebagai mitos di Indonesia, menurut Abdul Haris, Kepala Departemen Kampanye dan Pendidikan Publik Tuk Indonesia. Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Abdul Haris mengungkapkan bahwa realisasi transisi energi di Indonesia belum terlihat, bahkan sebaliknya, produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara meningkat selama sepuluh tahun terakhir.
Menurut Abdul Haris, pemerintah mencanangkan untuk menggantikan PLTU dengan energi baru terbarukan (EBT), tetapi izin PLTU malah bertambah. Publikasi dari Yayasan Cerah menemukan bahwa produksi listrik dari PLTU batu bara meningkat dari 1,4 GW menjadi 10,8 GW dalam kurun waktu 2013-2023. Hal ini bertentangan dengan upaya mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Abdul Haris juga menyoroti bahwa dari target pemerintah untuk membangun infrastruktur pembangkit tenaga listrik sebesar 27,28 GW dalam lima tahun ke depan, hanya 33% yang berasal dari EBT. Sisanya, 67% masih menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara. Dia menilai bahwa sektor transisi energi justru dapat menjadi alat eksploitasi sumber daya alam (SDA), terlihat dari tingginya jumlah pengajuan izin tambang.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk memanfaatkan energi terbarukan, seperti tenaga surya, hydro, bio energi, panas bumi, dan arus laut. Namun, pembangunan PLTU baru yang masih dominan batu bara, seperti yang terlihat dari 53 unit PLTU batu bara yang sedang dalam tahap konstruksi pada 2023, menjadi kendala dalam mencapai target bauran EBT.
Transisi Energi Bakal Jadi Harapan atau Keputusasaan?
Kritikan juga datang dari Global Energy Monitor, yang menyatakan bahwa pembangunan PLTU batu bara baru di Indonesia, khususnya untuk memasok kebutuhan industri seperti aluminium, kobalt, dan nikel, berpotensi menghambat komitmen pengurangan emisi karbon dalam Perjanjian Iklim Paris.
Meskipun pemerintah menyatakan bahwa bauran EBT di Indonesia mencapai 12,2% hingga akhir 2023, angka ini masih jauh dari target pemerintah sebesar 23% pada 2025 dan 34% pada 2030. Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif, menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi EBT sebesar 3.600 GW, namun pemanfaatannya baru mencapai 17,3 GW atau 12,2% dari realisasi bauran EBT. Tantangan nyata terletak pada perencanaan berkelanjutan untuk memasok listrik bagi proyek-proyek industri, yang merupakan proyek strategis nasional bagi Indonesia, tanpa mengorbankan komitmen nol emisi karbon.
Demikian informasi seputar perkembangan sektor transisi energi di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Androidbo.Com.