Putusan MA mengenai Pengajuan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjandra Purnama sudah final. Mahkamah Agung menolak permohonan PK tersebut. Kasus Ahok memang ramai diperbincangkan sejak beberapa waktu lalu.

Hampir semua media meliput kasus Ahok ini mulai dari pelaporan, persidangan, hingga demo yang dilakukan sampai berjilid-jilid. Perjalanan kasus Ahok memang menarik untuk diikuti karena seperti yang kita ketahui, terdapat dua kubu yakni yang mendukung dan yang menolak.

Sebelum ada putusan MA, Sidang pertama PK Ahok digelar di PN Jakarta Utara pada 26 Februari 2018. Agenda sidang terkait vonis dua tahun penjara tersebut hanya memberikan berkas PK Ahok pada majelis hakim sebagai bukti baru.

Sidang yang dipimpin Hakim ketua Mulyadi ini untuk memeriksa berka perkara yang kemudian diajukan ke Mahkamah Agung. Sidang tersebut juga memeriksa administrasi kuasa hukum Ahok dan menyebutkan nama jaksa.

Pada sidang perdana tersebut Jaksa penuntut umum menyampaikan pendapatnya bahwa jaksa menyarankan majelis hakim menolak PK. Ini karena alasan PK Ahok tidak ada hubungannya dengan vonis Buni Yani yang sebelumnya menjadi alasan pihak Ahok mengajukan PK. Padahal menurut jaksa kasus tersebut tidak saling terkait.

Menurut jaksa keputusan hakim sebelumnya sudah melalui pertambangan dan berdasarkan alat bukti yang dihadirkan dipersidangkan. Selain itu, fakta persidangan sebelumnya juga dinilai menguntungkan Ahok. Jadi menurut jaksa alasan PK yang diajukan Ahok tidak dapat diterima sebagaimana yang dimaksud Pasal 263 ayat 2 KUHP.

Namun disisi lain pengacara Ahok, Fifi Lety Indra menjelaskan penyebab pihaknya mengajukan PK terhadap kasus penistaan agama. Menurut Fifi, kliennya tetap ditahan meski sudah banding. Padahal dikasus lain tidak demikian.

Selanjutnya jika melihat Pasal 263 ayat 2 KUHP, hakim dianggap khilaf dan terdapat kekeliruan pada putusan 2 tahun penjara untuk Ahok. Ini berdasarkan pada putusan Buni Yani.

Fifi juga menilai jika putusan hakim pada kasus Ahok kontradiktif. Ini karena meski kasus Ahok dan Buni Yani berbeda namun tulisan serta editan Buni Yani yang menyebabkan Ahok terkena pidana.

Putusan MA perkara PK Ahok dipimpin oleh Majelis Hakim Artidjo. Berkas dari PN Jakarta Utara diterima pada 13 Maret 2018. Pada Senin 26 Maret 2018 mengadili serta menyatakan menolak permohonan PK terpidana Ahok. Putusan MA tersebut berkekuatan hukum tetap.